Jumat, 09 September 2011

HALAL BIHALAL IDUL FITRI 1432 H / 2011 M

Halal adalah sesuatu yang diperbolehkan serta tidak mengundang dosa. Jika demikian, halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa. menjadi halal dengan jalan memohon maaf.

Kata halal yang kemudian membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti yang beraneka ragam, sesuai dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna yang diciptakan oleh bentukan-bentukan tersebut, antara lain, berarti "menyelesaikan problem", "meluruskan benang kusut", "melepaskan ikatan", dan "mencairkan yang beku".
Jika demikian, ber-hala bihalal merupakan suatu bentuk aktivitas yang mengantarkan pada pelakunya untuk meluruskan benag kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya beku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghadang terjalinnya keharmonisan hubungan. Boleh jadi hubungan yang dingin, keruh dan kusut tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram. Ia menjadi begitu karena Anda lama tidak berkunjung kepada seseorang, atau ada sikap tidal adil yang Anda ambil namun menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan hubungan dari kesalhpahaman akibat ucapan dan lirikan mata yang tidak disengaja. Kesemuanya ini, tidak haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik; yang beku dihangatkan, yang kusut diluruskan, dan yang mengikat dilepaskan.
Itulah makna serta substansi halal bihalal, atau jika istilah tersebut enggan anda gunakan, katakanlah bahwa itu merupakan hakikat Idul Fitri, sehingga semakin banyak dan seringnya Anda mengulurkan tangan dan melapangkan dada, dan semakin parah luka hati yang Anda obati dengan memaafkan , maka semakin dalam pula penghayatan dan pengamalan Anda terhadap hakikat halal bihalal . Bentuknya memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam.

Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “membumikan Al Qur ‘an” bahwa “Halal Bi Halal adalah kata majemuk yang terdiri atas pengulangan kata “halal”, di impit oleh satu huruf (kata penghubung) “Ba” (baca Bi) kalau kata majemuk tersebut diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni “Acara Maaf-maafan pada hari lebaran”, maka dalam Halal Bi Halal terdapat unsur silatur rahmi. Pengertian kedua kata tersebut dapat menjadi sangat luas seperti apa yang dikemukakan berikut ini. Kemudian beliau menulis: Kita tidak menemukan dalam Al-Qur’an atau Hadits suatu penjelasan tentang arti “Halal Bi Halal”. Istilah tersebut memang khas Indonesia, bahkan boleh jadi pengertiannya akan kabur di kalangan bukan bangsa Indonesia, walaupun yang bersangkutan. paham ajaran agama dan bahasa Arab.

Manusia akan senantiasa mendapatkan rahmat Allah jika mereka suka melakukan silaturrahmi. Karena silaturrahmi merupakan salah satu tanda keakraban persaudaraan antara mereka. Pada dasarnya manusia berasal dan pasangan Adam AS dan istrinya Hawa, dari rahim Hawa (rahim yang satu) lahirlah anak keturunannya yang kemudian melahirkan manusia- manusia dan termasuk kita. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 1.


Idul Fitri

Id artinya kembali dan Fitri artinya “agama yang benar”. Fitrah berarti kesucian dapat dipahami dan bahkan bisa dirasakan maknanya pada saat anda duduk termenung seorang diri. Ketika pikiran anda mulai tenang, kesibukan hari-hari anda dapat teratasi, akan terdengar suara nurani yang mengajak anda untuk berdialog dengan Sang Pencipta. Yang mengantar anda untuk menyadari betapa lemahnya manusia di hadapan-Nya. dan betapa kuasanya Sang Khalik Yang Agung. Suara yang anda dengarkan itu adalah suara fitrah manusia, suara kesucian. Suara itulah yang dikumandangkan pada IduI fitri. yakni Allahu akbar Allahu akbar Sehingga kalimat-kalimat itu benar-benar tertancap dalam jiwa. maka akan hilanglah segala kebergantungan kepada unsur -unsur lain kecuali kepada Allah semata.

Halal Bi halal sama dengan Silaturrahmi & Maaf-memaafkan Silaturrahmi maupun Halal Bi Halal menuntut upaya kepada maaf-memaafkan. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’anul Karim surat Ali Imran ayat 134.

Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling mulia? Yaitu: Menyambung silaturrahmi (hubungan kekeluargaan dan persaudaraan) dengan orang yang memutuskan hubungan silaturrahminya denganmu. Memberi kepada orang yang tidak mau atau tidak pernah memberimu. Memaafkan orang yang pernah menzhalimimu atau menganiayamu. (H.R. Al-Hakim)

Pernah dalam sejarah seorang sahabat bersumpah untuk tidak berbuat baik kepada seseorang yang melakukan kesalahan terhadap keluarganya, maka turunlah ayat Al Qur’an untuk memberikan teguran akan sikapnya itu. Allah SWT berfirman surat An Nuur ayat 22.

Minal ‘Aidin Wal Faizin

Kalimat yang selalu kita ucapkan ketika Idul Fitri adalah Minal ‘Aidin wal Faizin. Kalimat ini terangkai dari kata ‘Aidin dan Faizin. ‘Aidin adalah bentuk pelaku Id. Dan Al Faizin adalah bentuk jamak dari Faiz yang berarti orang yang beruntung. Kata ini terambil dari kata Fauz yang berarti keberuntungan atau kemenangan.

Kita telah melalui Ramadhan yang penuh dengan rahmat Allah. maghfirah Allah dan itqun minannar. Kita telah lalui Ramadhan dengan melaksanakan puasa yang dilandasi keimanan yang murni dan ikhlas lillahi ta’ala. Tiada yang kita harapkan selain derajat taqwa yang dijanjikan Allah bagi siapa saja dari hamba-Nya yang mau menggapainya. Sesungguhnya hanya orang yang bertaqwalah yang paling mulia disisi Rabbul ‘Izzah: Allah SWT.

Untuk menyempurnakan keimanan dan kematangan taqwa yang mudah-mudahan itu telah kita peroleh dipenghujung Ramadhan yang lalu dengan puasa kita, dimana puasa adalah amat ritual vertikal kita kepada Allah (Hablun Minallah), maka kini kita sempumakan dengan melakukan amal horizontal kita sesama manusia (Hablun Minannas). Karena rasanya mustahil keimanan dan ketaqwaan dapat kita capai jikalau urusan kita sesama manusia belum beres. Kalau masih ada rasa dendam didalam hati, masih ada rasa iri hati dan dengki, amarah yang belum juga padam, dan hal-hal kecil lainnya yang masih bersemayan dalam kalbu kita. maka bagaimana mungkin kita dapat dikatakan termasuk orang-orang yang bertaqwa. Rasulullah SAW berpesan kepada kita semua melalui hadits :

“Jauhilal oleh kalian akan dzan (prasangka), karena prasangka itu adalah dusta yang amat besar. Janganlah kalian mencari kesalahan orang lain, jangan pula mencari-cari aib (keburukan) orang lain, janganlah pula kalian bersaing (dengan tidak sehat), janganlah kalian saling iri dan dengki, jangan saling benci, jangan saling bermusuhan, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (H.R. At Tirmizi)